TUGAS RESUME
Materi Kuliah Dasar-Dasar Logika
BAB I
PENDAHULUAN
A. Arti Logika, Penalaran, Dan Argumen
Perkataan "logika” sudah sering kita dengar dan kita gunakan.
Dalam bahasa sehari-hari, perkataan "logika” menunjuk pada cara, yakni yang
masuk akal, yang beralasan, yang dapat dimengerti (walaupun belum tentu
disetujui atau benar atau salah). Dalam arti ilmiah, perkataan logika menunjuk pada suatu disiplin (disiplin ilmiah), yakni kegiatan
intelektual yang dipelajari untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman dalam
bidang tertentu secaia sistematik-rasional terargumentasi dan terorganisasi
yang terikat atau tunduk pada aturan-aturan prosedur (metode) tertentu.
Terdapat
berbagai cara untuk mengklasifikasi disiplin-disiplin
itu. Di sini hanya akan dikemukakan satu contoh yang disusun berdasarkan atau dengan mengacu peda karya A.G.M.
van Melsen berjudul Wetenschop
Enveranvvoordel$Kherd (Ilmu Dan Pertanggung Jawaban) (Aula, 1969).
1.
Klasifikasi Disiplin Ilmiah
Keseluruhan disiplin-disiplin itu dapat dibagi ke
dalam dua kelompok besar yakni Disiplin Non-empirik dan Disiplin Empirik. Disiplin Non-empiris adalah kegiatan intelektual untuk secara rasional memperoleh pengetahuan yang tidak tergantung
atau bersumber pada pengalaman. Disiplin
Empirik adalah kegiatan
intelektual yang secara rasional berusaha memperoleh pengetahuan faktual
tentang kenyataan aktual, dan karena itu bersumber pada empiri atau pengalaman. Dengan demikian,
kebenaran-kebenarannya menuntut pembuktian secara empirikal di samping secara
relatif memerlukan pembuktian
rasional dan konsistensi.
rasional dan konsistensi.
- Objek Material dan Oblek Formal
Objek studi ini dibedakan alam dua jenis, yakni :
-
Objek material adalah
segala sesuatu yang dipelajari manusia secara
rasional sistematis.
-
Objek formal adalah objek
material dipandang dari sudut tertentu, yakni dari sudut atau dalam konteks
suatu pertanyaan inti serta
dengan menggunakan metode tertentu.
- Tempat Logika Sebagai Disiplin llmiah
Sebagai suatu
disiplin, Logika itu termasuk ke dalam bidang refleksi kefilsafatan. Filsafat adalah sejauh yang dapat dijangkau oleh akal budi mencari sebabsebab terdalam dari segala
sesuatu dengan segala implikasinya, berdasarkan kekuatan akal budi tanpa-menggantungkan diri pada otoritas manapun
juga.
- Objek Materiat Logika: Arti Berpikir
Objek material
dari Logika adalah kegiatan berpikir, yang dipelajari juga oleh Epistemologi, Psikologi, dan Antropologi. Dalam arti teknis,
yang dimaksud dengan berpikir
adalah proses rohani atau kegiatan akal budi yang berada dalam kerangka bertanya dan berusaha untuk memperoleh
jawaban. Kerangka bertanya itu akan terjadi
jika manusia merasa dihadapkan pada pertanyaart atau masalah.
- Penalaran
Dalam kegiatan beipikir, kegiatan menghubungkan
pikiran-pikiran itu diarahkan untuk memunculkan sebuah kesimpulan. Proses dalam
akal budi yang berupa kegiatan menghubungkan satu pikiran dengan pikiran atau
pikiran-pikiran lain untuk menarik sebuah
kesimpulan disebut penalaran (bahasa lnggris: reasoning; bahasa Belanda: redenering). Perhatikan beberapa contoh
penalaran berikut ini:
Semua serangga bernafas menggunakan trakea
Jangkrik adalah serangga
Jadi, jadi jangkrik bernafas menggunakan
serangga
- Objek Formal Logika
Dengan
mempelajari contoh-contoh sederhana di atas tadi. dengan segera dapat dirasakan bahwa ada penalaran yang merupakan penalaran
atau jalan pikiran yang tepat yang
disebut penalaran atau argumen yang valid, dan ada yang tidak. Dari
contoh-contoh tadi, juga tampak bahwa
kegiatan berpikir itu memperlihatkan bentuk atau pola tertentu. Dengan
demikian, objek formal dari
Logika adalah bentuk-bentuk
atau pola-pola kegiatan berpikir manusia dan struktur kombinasi pernyataan-pernyataan secara formal.
- Hukum Berpikir
a)
Asas ldentitas (Principle of ldentity; Principium
tdentitatis) yang dapat dirumuskan: A adalah
A (A : A);
b)
Asas Kontradiksi (Principle of Contradiction;
Principium Controdictionis) yang dapat dirumuskan:
A adalah tidak sama dengan bukan A{non-A)
c)
Asas Pengecualian Kemungkinan Ketiga (Principle
of Excluded Middle; Principium Exclusi
rertii) dapat dirumuskan: setiap hal adalah A atau bukan-A;
d)
Asas Alasan yang Cukup (Prncipleof Sufficient Reason;Principium Rationis Sufficientis) dapat dirumuskan:
tiap kejadian harus mempunyai alasan yang cukup.
e)
Asas bahwa kesimpulan tidak boleh melampaui daya
dukung dari premispremisnya atau pembuktiannya (Do not go beyond the evidence).
- Premis dan Kesimpulan
Diatas telah
dikemukan bahwa pada waktu berlangsung kegiatan berpikir (penalaran) terjadi gerakan dari satu pikiran ke pikiran lain
untuk kemudian sampai pada pikiran tertentu.
Tiap pikiran itu d iu ng ka pkan dengan pernyataan. Jadi, kegiatan penalaran itu
menghasilkan sejumlah pernyataan yang dipertautkan sedemikian rupa sehingga memunculkan sebuah pernyataan tertentu.
Pernyataan atau rangkaian pernyataan yang
dipertautkan satu dengan yang lainnya sehingga memunculkan pernyataan tertentu
itu dinamakan premis. Sedangkan pernyataan tertentu yang dimunculkan berdasarkan pernyataan atau rangkaian pernyataan
yang lainnya itu dinamakan kesimpulan atau
konklusi.
- Argumen atau Argumentasi
Kesatuan kumpulan pernyataan yang dinamakan premis atau premis-premis dan kesimpulan yang dihasilkan oleh kegiatan menalar itu dinamakan argumen
atau argumentasi. Jadi,
argumen adalah sekelompok
pernyataan yang di dalamnya terdapat satu pernyataan yang dinamakan
kesimpulan yang diterima sebagai kesimpulan berdasarkan pernyataan atau pernyataan-pernyataan lainnya dari kelompok
pernyataan.
- Wacana Argumentatif
Orang sering
terlibat daram perdebatan dengan sesarnanya, misarnya daram suatu diskusi atau rapat. Dalam pembicaraan yang demikian, maka pembicara
mengajukan pendapat atau
pandangan yang dilengkapi dengan
arasan-arasan atau pertimbangan-pertimbangan untuk meyakinkan kebenaran dari pendapatnya
itu. Pendapat dan alasan-alasannya itu akan diungkapkan dalam pernyataan-pernyataan. Aiasan-alasan yang diajukan itu merupakan bukti-bukti dari kebenaran
atau ketepatan pendapatnya. Dalam pembicaraan itu akan tampak adanya aliran pikiran tertentu untuk sampai pada pendapat yang diajukannya. Pembicaraan yang demikian itu disebut " pembicaraan argumentatif, atau wacana argumentatif”
atau ketepatan pendapatnya. Dalam pembicaraan itu akan tampak adanya aliran pikiran tertentu untuk sampai pada pendapat yang diajukannya. Pembicaraan yang demikian itu disebut " pembicaraan argumentatif, atau wacana argumentatif”
- Jenis Argumen: Deduktif dan lnduktif
-
Argument deduktif : argument yang premis-premisnya didalam dirinya susah memuat
kesimpulannya. Hubungan antara kesimpulan
dan premis disebut Konklusif.
-
Argument
Induktif : argument yang belum atau
tidak tersirat kesimpulan di dalam premis-premisnya. Hubungan antara kesimpulan
dan premis disebut Probabilitas.
Baca juga : Resume-Dasar-Dasar Logika 1
B.
Validitas Dan Kebenaran
Perkataan
validitas berasal dari perkataan valid.
Perkataan valid berasal dari kata validius (bahasa Latin) yang
berarti kuat. Dalam kaitan dengan logika, valid berarti sah/absah/kuat/sahih. Perkataan validitas atau keabsahan atau kesahihan dalam logika
digunakan arti penentuan valid atau tidaknya sebuah argument. Yang menentukan valid atau tidaknya sebuah argumen adalah bentuk logikal
dari argumen yang bersangkutan, dan bukan isinya atau kebenara n pernyataan-pernyataannya.
Menentukan
apakah isi suatu pernyataan itu sesuai dengan fakta tidaklah mudah. Ada 4 teori kebenaran, yaitu :
1)
Teori Korespondensi yang menyatakan
bahwa sebuah pernyataan adaiah benar jika isinya sesuai dengan atau
mencerminkan kenyataannya sebagaimana adanya.
2)
Teori Koherensi yang menyatakan bahwa
kebenaran adalah kesesuaian antara sebuah pernyataan dengan
pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah diterima sebagai benar.
3)
Teori Pragmotik yang menyatakan bahwa
yang benar adalah yang efektif.
4)
Teori lntersubjektivitas yang
menyatakan bahwa kebenaran adalah kesesuaian atau konsensus yang dapat dicapai
atau diterima oleh orang, terutama di kalangan para pakar sekeahlian.
C.
Bentuk Dan Bentuk Logikal
Perkataan bentuk
(form) menunjuk pada pengertian wujud (shape).perkataan wujud adalah perkataan yang paling umum dari bentuk. Secara umum dapat dipahami bahwa setiap hal
mempunyai dua aspek, yakni
aspek bahan (materia[) dan aspek bentuk (form). Misalnya : kata “kali” dapat diartikan sungai namun selain itu “kali” juga bisa berarti kelipatan. Pola-pola susunan rangkaian pernyataan-pernyataan disebut Bentuk Logikal.
aspek bahan (materia[) dan aspek bentuk (form). Misalnya : kata “kali” dapat diartikan sungai namun selain itu “kali” juga bisa berarti kelipatan. Pola-pola susunan rangkaian pernyataan-pernyataan disebut Bentuk Logikal.

(1) A adalah B.

(3) Jadi, A adalah C.
D.
LAMBANG DAN LAMBANG LOGIKAL
Lambang adalah tanda yang diciptakan
dan digunakan manusia untuk mengungkapkan sesuatu atau berkomunikasi melalui
konvensi baik secara eksplisit maupun secara implisit (diam-diam). Ada duamacam
lambang, yakni lambang verbal dan lambang non-verbal.
a. Lambang verbal
adalah lambang-lambang berupa perkataan-perkataan. Aristoteles misalnya mengatakan bahwa
perkataan adalah bunyi atau tanda-tanda yang mempunyai arti berdasarkan
konvensi. Jadi, perkataan adalah makna dari tanda tertentu berupa bunyi atau
tulisan (coretan) tertentu.
b. Lambang non-verbal adalah lambang yang tidak berupa perkataan biasa.
Lambang non-verbal ini ada dua macam,
yaitu lambang stenografis dan lambang ilustratif. Lambang stenografis adalah
lambang berupa singkatan-singkatan tertentu atau tanda-tanda singkat lainnya
(Gambar). Lambang ilustratif adalah tanda bagi suatu objek tertentu dengan menunjukkan suatu contoh
konkret tanpa memberikan identitasnya yang jelas.
BAB
II
KEGIATAN
AKAL BUDI MANUSIA
Kegiatan berpikir manusia berlangsung di dalam
akal budi atau intelek (the mind) manusia.
Jadi, kegiatan
akal budi manusia dapat dibagi dalam tiga langkah yang saling berkaitan (Jacques Maritian,Formal Logic,1937: 1).Tiga
langkah kegiatan akal budi itu adalah:
A.
Kegiatan Akal Budi Tingkat
Pertama : Aprehensi Sederhana (Simple Apprehension).
Kegiatan akal
budi tingkat pertama dinamakan Aprehensi sederhana (simpte Apprehension). Pada
kegiatan ini yang terjadi adalah akal budi (intelek) secara langsung melihat, mempersepsi, menangkap atau mengerti
sesuatu atau objek tertentu. Hal ini terjadi baik melalui panca indera maupun melalui kegiatan berpikir itu sendiri. Kegiatan ini menghasilkan terbentuknya "idea" atau "gagasan" tentang hal atau objek tertentu itu.
- Kegiatan Akal Budi Tingkat Kedua
: Keputusan (Judgment).
Kegiatan akal
budi tingkat kedua disebut Keputusan (Judgment). pada tingkat ini yang terjadi adalah tindakan akar budi yang berupa
mengerompokkan dan menghubungkan dua konsep (idea).Tindakan akar budi ini aaarah berupa mempersatukan dua konsep dengan jaran mengiyakan, atau
memisahkan dua konsep dengan jaran menyangkal.
- Kegiatan Akal Budi Tingkat Ketiga : Penalaran (Reasoning)
Kegiatan akal
budi tingkat ketiga dinamakan Penalaran (Reasoning). Pada tingkat ini yang terjadi adalah: akal budimanusia melihatatau
memahami sekelompok proposisi yang
dalam llmu Logika disebut propoisi anteseden. Kemudian akal budi menarik atau membentuk sebuah proposisi
baru yang disebut proposisi konsekuen atau kesimpulan
BAB
III
KONSEP
A.
Pengertian Konsep
Perkataan “idea" berasaL dari Bahasa
Yunani, yakni dari perkataan "eidos" yang secara harafiah berarti: yang orang lihat, yang menampakan diri,
bentuk. gambar, rupa dari
sesuatu. Jadi "eidos"
menunjuk pada yang
ada atau yang muncul dalam intelek
(akal budi) manusia. Dengan demikian, "idea" atau
"konsep" menunjuk pada representasi
atau perwakilan dari objek yang ada di luar
subjek (benda, peristiwa, hubungan,
gagasan).
B.
Ciri-ciri dan Luas Konsep
Dapat dikatakan bahwa
konsep itu adalah suatu perwakilan universal dari sejumlah objek yang memiliki unsur-unsur esensial yang mirip (dicirikan
dengan kualitas sekunder dan primer). Setiap konsep selalu mempunyai dua aspek yaitu: aspek komprehensi
(denotasi) dan Aspek
Ekstensi (Konotasi).
C.
Definisi Dan Klasifikasi
1.
Definisi
Membuat definisi
merupakan kemapuan dasar bagi setiap orang yang berminat mempelajari sebuah ilmu pengetahuan. Kita tidak hanya meniru dan
menggunakan pengartian
konsep menurut pendapat tokoh atau ahli.
Kita bisa membuat pengartian konsep
dengan cara membuat definisi. Secara umum definisi dapat dibagi ke dalam dua bagian:
a. Definisi Nominal
Definisi
ini juga disebut definisi literer; atau Etimologi.
Contoh : "Hukum" berasal dari bahasa “Recht” yang berarti tuntutan.
b. Definisi Real
Karena itu, kita
perlu memberikan penjelasan tentang konsep yang kita maksudkan dengan cara menyebutkan
unsur-unsur pokok/ciri ciri utama
konsep tersebut. Definisi semacam
ini disebut Definisi Real.Yang termasuk dalam Definisi Real adalah:
-
Definisi Hakiki:
Definisi
yang yang di dalam rumusannya menyebutkan genus proximum (kelas terdekat) dan pembeda
spesifik.
-
Definisi Gambaran:
Definisi
yang dibuat dengan menyebutkan semua ciri konsep yang dimaksud. - Definisi
Sebab – Akibat.
-
Definisi tujuan:
Definisi
yang dibuat dengan menyebutkan tujuan. Maksud atau martabat dari sebuah konsep.
Aturan
Membuat Definisi
- Definisi harus dapat
dibolak-balik antara konsep dan rumusannya. Jika setelah dibolak-balik tidak ditemukan
konsep lain, maka definisi tersebut sudah tepat.
- Definisi tidak boleh
menggunakan bentuk negatitdengan menggunakan kata tidak atau bukan.
- Definisi tidak boleh
menyebutkan konsep dalam rumusan.
- Definisi tidak boleh menggunakan kata
kiasan, atau kata-kata yang mengandung arti ganda/bias.
2.
Klasifikasi
|
![]() |
BAB IV
PROPOSISI
A. PENYATAAN DAN PROPOSISI
Pertama, perkataan “pernyataan” berarti apa yang diungkakpkan. Kedua, perkataan "pernyataan" dapat berarti atau menunjuk pada rumusan verbal atau ekspresi verbal berupa rangkaian kata yang digunakan untuk mengemukakan apa yang hendak dikemukakan. Pada
hakikatnya proposisi adalah pendirian atau pendapat tentang
suatu hal, yakni pendirian atau pendapat tentang hubungan antara
dua hal.
B. PENGERTIAN PROPOSISI
Dilihat dari
sudut bentuknya, proposisi itu adalah sebuah pernyataan tentang hubungan antara dua konsep (kelas). Perkataan "adalah" sebagai kopulasebuah proposisi menyatakan bahwa term subjek termasuk ke dalam term predikat,
atau dengan perkataan lain, menyatakan bahwa term predikat mengiyakan term
subjek.
C. EMPAT BENTUK DASAR PROPOSISI
TRADISIONAL
Setiap proposisi selalu merupakan gabungan faktor kuantitas dan faktor kualitas, jadi selalu mempunyai aspek kuantitas dan aspek kualitas. Karena itu, dengan menggabungkan aspek kuantitas dan aspek kualitas dari proposisi, maka akan diperoleh 4 bentuk dasar proposisi :
Setiap proposisi selalu merupakan gabungan faktor kuantitas dan faktor kualitas, jadi selalu mempunyai aspek kuantitas dan aspek kualitas. Karena itu, dengan menggabungkan aspek kuantitas dan aspek kualitas dari proposisi, maka akan diperoleh 4 bentuk dasar proposisi :
1. Proposi Universal Afirmatif (A)
Proposisi yang
menyatakan bahwa semua anggota
kelas yang berkedudukan sebagai term subjek termasuk ke dalam kelas yang berkedudukan sebagai term predikat. Rumus dari proposisi universal afirmatif adalah: “semua subjek adalah predikat atau semua S adalah P atau SaP. ” misalnya: "semua gajah adalah
mamalia”
2.
Proposisi Universal Negatif (E)
Proposisi
Universal Negatif adalah proposisi yang menyatakan bahwa semua anggota kelas yang berkedudukan sebagai term
subjek tidak termasuk atau bukan anggota
kelas yang berkedudukan sebagai term predikat. Rumusnya adalah: "semua subjek adalah bukan
predikat" atau "Tiada
subjek adalah predikat” atau SeP.
3.
Proposisi
Partikular Afirmatif (I)
Proposisi
Partikular Afirmatif adalah proposisi yang menyatakan bahwa sebagian dari
anggota keras yang berkedudukan sebagai term subjek termasuk ke dalam (juga menjadi
anggota) keras yang berkedudukan
sebagai term predikat. Rumusnya adalah beberapa subjek adalah predikat atau SiP.
4.
Proposisi Partikular Negatif. (O)
Proposisi
partikular Negatif adalah proposisi yang
menyatakan bahwa sebagian
dari anggota keras yang berkedudukan sebagai term subjek tidak menjadi
anggota kelas yang berkedudukan sebagai terni
predikat. Rumusnya : adalah beberapa subjek adalah bukan predikat atau SoP.
D. DISTRIBUSI TERM
Distribusi term
adalah penentuan apakah sebuah term dalam sebuah proposisi ditujukan kepada (mencakup) semua atau hanya ditujukan kepada sebagian
saja dari anggota kelas yang berkedudukan
sebagai term tersebut di dalam,proposisi yang
bersangkutan.
a. Pada
proposisi A (Universal Afirmatif), term subjeknya didistribusi, sedangkan term
predikatnya tidak didistribusi.
b. Pada
proposisi E (Universal Negatif ), baik term subjek maupun term predikatnya didistribusi.
c. Pada proposisi
I (PartikularAfirmatif), baik term subjek
maupun term predikatnya dua-duanya tidak
didistribusi.
d. Pada
proposisi O (Partikuar Negatif), term subjeknya tidak didistribusi, tetapi term predikatnya didistribusi.
E. PROPOSISI SEDERHANA DAN
PROPOSISI MAJEMUK
Proposisi dapat
dibedakan dalam proposisi sederhana (simple proposition) dan proposisi majemuk. Proposisi
sederhana adalah proposisi yang hanya
memiliki satu subjek dan satu predikat. Proposisi sederhana biasa juga disebut proposisi subjek-predikat. Proposisi majemuk
adalah proposisi yang tersusun atas dua atau
lebih proposisi sederhana. Proposisi proposisi
sederhana yang. Mewujudkan sebuah proposisi
majemuk disebut proposisi komponen. Proposisi majemuk dibedakan dalam dua jenis, yakni proposisi kompositif dan proposisi konjungtif. Proposisi kompositif terdiri atas proposisi hipotetikal, proposisi alternatif dan proposisi disjungtif.
Proposisi Hipotetikal adalah proposisi majemuk yang salah satu proposisikomponennya merupakan akibat dari proposisi komponen yang lainnya. Proposisi komponen yang mengimplikasikan atau mengakibatkan proposisi komponen lainnya disebut Proposisi Anteseden, dan proposisi komponen yang merupakan akibat atau diimplikasikan oleh Proposisi Anteseden itu disebut Proposisi Konsekuen.
Proposisi Hipotetikal adalah proposisi majemuk yang salah satu proposisikomponennya merupakan akibat dari proposisi komponen yang lainnya. Proposisi komponen yang mengimplikasikan atau mengakibatkan proposisi komponen lainnya disebut Proposisi Anteseden, dan proposisi komponen yang merupakan akibat atau diimplikasikan oleh Proposisi Anteseden itu disebut Proposisi Konsekuen.
F. HUBUNGANANTAR-PROPOSISI
Seorang ahli
logika (logici) dari lnggris, J.N. Keynes, mengemukakan tujuh jenis kemungkinan hubungan antar-proposisi. Ketujuh
kemungkinan hubungan antara proposisi
tersebut adalah sebagai berikut di bawah ini.
1. Hubungan Ekuivalensi atau Ko-implikasi : Hubungan ini
menunjuk pada dua proposisi yang menyatakan hal yang sama. Untuk memudahkan pembicaraan, akan digunakan huruf "P dan Q" . hubungan : P = Q
2. Hubungan Bebas : Dua proposisi dikatakan terhubung secara bebas, jika
benar-salahnya yang satu tidak mengimplikasikan benar-salahnya yang lain.
3. Hubungan Superimplikasi : Dua proposisi dikatakan terhubung secara superimplikasi, jika kebenaran
yang satu
mengimplikasikan kebenaran yang kedua, tanpa mengharuskan kebenaran yang kedua mengimplikasikan
kebenaran yang pertama.
4. Hubungan Subimplikasi, Pengertian hubungan subimplikasi sama dengan pengertian superimplikasi, tetapi dilihat dari sudut
proposisi partikularnya.
5. Hubungan Kontraris.: Dua proposisi dikatakan terhubung secara kontraris, jika kedua proposisi
itu tidak
dapat dua-duanya benar, namun dapat terjadi dua-duanya salah.
6. Hubungan Subkontraris : Hubungan antara dua proposisi yang tidak dapat dua-duanya salah namun dapat terjadi dua-duanya benar
7. Hubungan Kontladikli (Hubungan
Penyangkalan): Hubungan kontradiksi adalah
hubungan antara dua proposisi yang tidak dapat dua-duanya benar atau dua-duanya salah.
BAB
V
PENALARAN
Penalaran adalah kegiatan akal budi tingkat ketiga yang berupa akal budi melihat dan memahami sebuah atau sejumlah proposisi, dan kemudian berdasarkan pemahaman tentang proposisi itu atau pemahaman tentang sejumlah proposisi proposisi serta hubungan di antara proposisi-proposisi itu, akal budi memunculkan sebuah proposisi baru.
A. Pengertian Inferensi
Inferensi adalah tindakan akal budi berupa tindakan memunculkan
sebuah proposisi yang dinamakan kesimpulan
dari atau berdasarkan proposisi (proposisi-proposisi) anteseden (premis atau premis-premis).
B. Inferensi Langsung: Konversi
Dan Obversi
lnferensi
langsung ada dua macam, yakni Konversi dan Obversi. Konversi adalah proses inferensi langsung yang berupa dari sebuah proposisi tertentu ditarik sebuah
proposisi lain yang subjeknya adalah predikat dari proposisi asal (premis) dan predikatnya
adalah subjek dari proposisi asal. Premisnya disebut "Konvertend” dan kesimpulannya disebut “Konverse”.
Obversi adalah proses inferensi langsung yang berupa menarik dari sebuah proposisi tertentu (proposisi
asal, premis) sebuah proposisi lain (kesimpulan) yang mempunyai sebagai predikatnya
kontradiksi dari term predikat asal, yang disertai dengan mengubah kualitas proposisi
asalnya. Proposisi asal (premis) disebut "Obvertend” dan proposisi kesimpulannya disebut "Obverse".
C. Inferensi Tidak Langsung: Silogisme
1.
Silogisme
Jika
sebuah inferensi tidak langsung terjadi dalam bentuk menarik kesimpulan
berdasarkan dua premis saja, maka inferensi tidak langsung itu dinamakan
silogisme. Dengan demikian sebuah silogisme yang formal terdiri atas enam unsur sebagai
berikut:
- Term tengah : term yang hanya munculdalam premis-premis, satu kali dalam premis mayor dan satu
kali dalam premis minor.
- Term mayor : predikat dari kesimpulan.
- Term minor : subjek dari kesimpulan.
- Premis mayor: premis yang memuat term mayor
- Premis minor : premis yang memuat term minor
- Kesimpulan : proposisi yang dimunculkan berdasarkan premis-premis dan yang memuat term minor
dan term mayor.
2.
Aturan Dasar Silogisme
Ada 3 aturan dasar
silogisme :
1.
Silogisme terdiri atas hanya tiga
proposisi.
2.
Tiap proposisi dirumuskan dalam salah
satu bentuk dari proposisi tradisional, yakni proposisi A, E, l, dan O.
3.
Tiap silogisme memuat hanya tiga
term.
3.
Aksioma Silogisme
Aksioma Silogisme yang jumlahnya ada 5, yaitu :
1.
Sekurang-kurangnya satu term tengah
harus didistribusi.
2.
Term yang di dalam kesimpulan
didistribusi, harus didistribusi juga di dalam premisnya.
3.
Sekurang kurangnya satu premis harus
afirmatif
4.
Jika salah satu premisnya negatif,
maka kesimpulannya juga harus negatif
5.
Jika premis premis dua duanya
afirmatif, maka kesimpulan juga harus afirmatif.
4.
Dalil Silogisme
3
Dalil silogisme sebagai berikut:
1.
Sekurang-kurangnya satu premis harus
universal.
2.
Jika salah satu premisnya partikular,
maka kesimpulannya juga partikular
3.
Jika premis mayornya partikular, maka
premis minornya harus afirmatif.
D. BENTUK SILOGISME
Bentuk I adalah bentuk silogisme yang
term tengahnya di dalam premis mayor berkedudukan sebagai subjek dan di dalam premis minor berkedudukan sebagai predikat. Ragaan Bentuk l:
M – P

S - P
Bentuk ll adalah bentuk silogisme yang term
tengahnya baik di dalam prernis mayor
maupun di dalam premis minor berkedudukan sebagai predikat. Ragaan Bentuk ll:
P – M

S - P
Bentuk lll adalah bentuk silogisme yang term
tengahnya baik di dalam premis mayor
maupun di dalam premis minor berkedudukan sebagai subjek. Ragaan Bentuk lll:
M – P

S - P
Bentuk lV adalah bentuk silogisme yang term tengahnya
di dalam premis mayor berkedudukan
sebagai predikat, dan di dalarn premis minor berkedudukan sebagai subjek. Ragaan Bentuk lV:
P – M

S - P
E. CORAK SILOGTSME
Corak silogisme
adalah wujud silogisme berdasarkan kuantitas dan kualitas dari proposisi proposisi yang membentuk silogisme yang
bersangkutan. Jadi, corak silogisme menunjuk pada perbedaan silogisme berdasarkan perbedaan
susunan. jenis proposisi-proposisi (tradisional)
yang mernbentuk silogisme itu. Dengan demikian,
kombinasi proposisi proposisi tradisional yang dapat menghasilkan silogisme yang valid adalah kombinasi kombinasi
berikut ini: AA, AE, IO, AI, EA, EI,
IA, OA.
F. VALIDITAS SILOGISME
Agar valid, maka
silogisme itu harus memenuhi di samping Aturan Dasar, juga semua Aksioma Silogisme. Jika salah satu aksioma tidak dipenuhi, maka
silogisme itu tidak valid. Contoh pengujian validitas Silogisme:
Semua penari adalah seniman
Semua Penyanyi adalah
seniman
Semua penyanyi adalah
penari
Analisis
: Dalam silogisme ini tidak terdapat ekuivokasi, jadi rnemenuhi Aturan Dasar 3. Karena itu, sekarang
harus kita uji dengan aksioma, dimulai dengan Aksioma l. Term tengah pada silogisme ini adalah "seniman". Term tengah tersebut
dua-duanya berkedudukan sebagai predikat dari proposisi A. Predikat proposisia tidakdidistribusi. Jadi, term tengah dari silogisme itu tidak ada
yang didistribusi, dan dengan demikian melanggar Aksioma 1 yang berbunyi “Sekurang-kurangnya
satu term tengoh
harus didistribusi. Karena melanggar Aksioma 1, maka
silogisme itu tidak valid. Pelanggaran rerhadap Aksioma I disebut “Kesesatan” Term Tengah Tidak Didistribusi disingkat Kesesatan Term Tengah.
G. DICTUM DE OMNI ET NULLO
Aristoteles merumuskan aksioma: "Diktum de omni et
nullo"yang berbunyi: "Jika
pada semua atau setiapanggota dari sebuah kelas (term) diberikan predikat yang afirmatif atau
negatif, maka dapat diberikan
predikatdengan cara yang sama kepada setiap hal yang termasuk kelas itu”. Untuk
memudahkan, maka aksioma itu dapat dipecah menjadi dua, yakni: (1) Dictum de omnidan (2) dictum de nullo. Dictum deomni:
"Jika sebuah subjek secara
universal diafirmasi,makoiuga setiap anggota dari kelas yang
berkedudukan sebagai subjek jarus diafirmasi”
Dictum De Nullo:
"Jika sebuah subjek secara
universal disangkal (dinegasi), maka setiap hal yang menjadi anggota kelas yang berkedudukan sebagai subjek itu harus disangkal”
H. POLISILOGISME
Polisilogisme adalah rangkaian beberapa silogisme yang di dalamnya kesimpulan dari sebuah silogisme menjadi
sebuah premis dari silogisme berikutnya.
I. INDUKSI
Dalam esensinya,
argumen induktif berintikan analogi, yakni kegiatan membanding-bandingkan dua
hal atau lebih (yang masing-masing diwujudkan dalam bentuk proposisi-proposisi
partikular atau singular) untuk kemudian berdasarkan kesamaan-kesamaan dan kebedaan-kebedaan yang ditemukan menarik kesimpulan
tertentu.
BAB
VI
KERACUNAN
BERPIKIR
Fallacy dalam bahasa lnggris secara
umum berarti gagasan atau keyakinan yang salah (palsu). perkataan "fallacy" kita terjemahkan dengan
istilah "Kerancuan Berpikir” menunjuk pada jalan pikiran yang tidak tepat atau keliru. lrving M. copi (introduction to Logic,1959:5l ) membagi
bentuk bentuk
argumen yang
rancu itu dalam dua kelompok besar; yakni:
1.
Formal Fallacy atau Kerancuan Formal
Kerancuan
Formal adalah bentuk-bentuk jalan pikiran yang keliru yang memperlihatkan bentuk-bentuk luar yang sama
dengan bentuk-bentuk argumen yang valid.
2.
lnformal Fallocy atau Kerancuan lnformal
Pada
Kerancuan lnformal tidak terjadi pelanggaran terhadap aturan-aturan formal dalam berargumen,
sekurang-kurangnya tidak terjadi pelanggaran secara langsuag terhadap aturan aturan formal. lrving M.Copi (1959:51) membagi jenis Kerancuan lnformal ke dalam dua
kelompok, yakni:
A. KERANCUAN RELEVANSI
1) Irrelevant conclusion (Ignoratio Elenchi,Konklusi Tidak Relevan)
lrrelevant
Conclusion terjadi jika sebuah argumen yang sesungguhnya dimaksudkan untuk mendukung sebuah kesimpulan
tertentu. namun diarahkan dan digunakan untuk membenarkan sebuah kesimpulan yang lain.
2) Argumentum ad Baculum (Appeal to Force; Merujuk Kekuatan)
Kerancuan
ini terjadi jika orang dengan mendasarkan diri pada kekuatan atau ancaman penggunaan kekuatan
memaksakan agar sebuah kesimpulan diterima atau disetujui. Contoh: seorang anak
yang belajar bukan karena ia ingin lebih pintar, tapi karena kalau ia tidak
belajar, ibunya akan datnag dan mencubitnya.
3) Argumentum ad Hominem
(Abusive)
Kerancuan
ini terjadi jika suatu argumen diarahkan untuk menyerang pribadi orangnya, khususnya dengan menunjukkan
kelemahan atau kejelekan orang yang bersangkutan, dan tidak berusaha untuk secara rasional membuktikan bahwa apa yang dikemukakan orang yang diserang itu adalah salah.
4) Argumentum ad
Hominem ( Circumstantial)
Keracunan
ini terjadi, jika sebuah argument diarahkan kepada orangnya dalam kaitan dengan
situasi orang itu sendiri.
5) Argumentum ad
Ignorantiam
Keracunan
ini terjadi, jika sesuatu hal ditanyakan benar semat-mata karena belum
dibuktikan bahwa hal itu salah, atau sebaliknya. Contoh : “saya meyakini bahwa
pendapat dosen itu benar karna ia seorang guru besar”.
6) Argumentum ad
Misericodiam(Menggugah Rasa Iba)
Keracunan
ini terjadi, jika rasa kasihan digugah untuk mendorong diterimanya suatu kesimpulan. Contoh : “Seorang
pencuri tertangkap yang tertangkap basah mengatakan bahwa ia mencuri karena
lapar dan tidak mempunyai biaya untuk menebus biaya bayinya dirumah sakit, oleh
karena itu hakim membebaskannya.
7) Argumentum ad Populum
Keracunan
ini terjadi, jika orang berupaya mengungkapkan dan memenangkan suatu pendapat
atau pendirian dengan jalan menggugah perasaan atau emosi. Contoh : Semua orang
yang saya kenal bersikap pro pada presiden. Maka saya juga tidak akan
mengkritik Presiden.
8) Argumentum ad Verecundiam
Keracunan
ini terjadi, jika usaha untuk memperoleh pembenaran atau dukungan atas suatu kesimpulan (pendapat) dilakukan dengan jalan mendasarkan diri pada kewibawaan orang
terkenal. Contoh : Apa yang dikatakan ulama A di kampanye itu pasti benar.
9) False Cause (Kausa palsu)
Kausa Palsu
adalah suatu argumen yang secara tidak tepat menyatakan adanya hubungan kausal (sebab akibat) antara dua hal atau
lebih, padahal hubungan kauial itu sebenarnya tidak ada. Kausa palsu ada dua
jenis, yaitu:
a. "Non
causa Pro causa": Kerancuan ini terjadi jika sesuatu yang bukan sebab dinyatakan sebagai sebab dari sesuatu hal.
b. "Post Hoc Ergo Propter hoc”: argumen yang menarik suatu kesimpulan bahwa suatu kejadian adalah sebab dari terjadinya suatu peristiwa
tertentu semata-mata berdasarkan alasan bahwa kejadian
yang disebut pertama itu terjadi lebih dahulu
dari peristiwa tertentu tersebut.
10) Complex Questions (Pertanyaan Majemuk)
Kerancuan ini
terjadi jika diajukan sebuah pertanyaan majemuk tetapi kemajemukannya tidak
diketahui atau dikaburkan dan untuk pertanyaan tersebut dituntut hanya sebuah jawaban tunggal. Misalnya: “Apakah engkau sudah menghentikan kebiasaan tidur berjalanmu?”
11) Begging the Question (Petitio Principii)
Mengasumsikan kebenaran dari apa yang mau
dibuktikan sebagai benar dalam upaya
untuk membuktikan kebenarannya.
B. KERANCUANAMBIGUITAS
1. Ekuivokasi
Kerancuan
Ekuivokasi akan terjadi, jika perkataan yang sama digunakan dalam arti yang berbeda di dalam konteks yang sama.
2. Amphiboly
Kerancuan
ini terjadi, jika didalam suatu argumen dikemukakan suatu pendirian berdasarkan premis-premis yang mempunyai arti ganda. Arti ganda itu disebabkan oleh konstruksi gramaikal. Misalnya: Bagi yang memiliki HP harap dimatikan.
3. Aksentuasi
Kerancuan
ini terjadi bila dalam suatu argumen terjadi perubahan makna yang disebabkan oleh penekanan
(aksentuasi) pada bagian atau perkataan tertentu dari argumen atau pernyataan yang bersangkutan. Misalnya: “Serang (kota)
dan Serang (tindakan menyerang atau pertempuran)”
4. Komposisi
Kerancuan
ini terjadi jika orang dalam berargumen mencampur
adukkan antara unsure-unsur dan keseluruhan.
5. Divisi
Kerancuan
ini terjadi, jika berdasarkan apa yang berraku bagi keseruruhan ditarik
kesimpulan bahwa hal yang sama juga
berlaku bagi bagian-bagian.
0 komentar: